Serayupos.com – Para ahli cagar budaya di Kabupaten Banjarnegara mendesak pemerintah menetapkan Kecamatan Purwareja Klampok sebagai Kawasan Cagar Budaya pada Rabu, 26 November 2025, karena wilayah tersebut dinilai memiliki banyak Objek Diduga Cagar Budaya yang harus dilindungi. Desakan itu mencuat dalam Konsultasi Publik II Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Klampok yang digelar di Aula Kecamatan Purwareja Klampok untuk membahas status pelestarian tinggalan kolonial dan penataan ruang wilayah.

Dalam kegiatan tersebut, anggota Tim Ahli Cagar Budaya Banjarnegara Siti Nurlela menyampaikan bahwa banyak bangunan kolonial di Klampok yang masuk kategori ODCB, sehingga memerlukan perlindungan khusus dalam RDTR. Ia menegaskan bahwa aturan perlindungan tidak cukup dilakukan per bangunan, tetapi harus mencakup kawasan atau lahan sebagai satu kesatuan sejarah. “Kami meminta agar RDTR Cagar Budaya memasukkan ODCB dalam ketentuan khusus. Delineasi perlu dilakukan per kawasan, bukan hanya per bangunan,” ujarnya.

Siti mencontohkan SD Negeri 1 Klampok, yang saat ini tengah diajukan menjadi cagar budaya. Menurutnya, batasan perlindungan tidak boleh hanya mencakup satu atau dua bangunan, melainkan seluruh lahan sekolah karena nilai sejarahnya terintegrasi. Ia menyebutkan bahwa tim ahli masih terbatas melakukan kajian karena sebaran ODCB di wilayah tersebut cukup luas. Hal ini membuat perlindungan sementara melalui RDTR menjadi langkah penting sebelum keseluruhan objek dikaji secara penuh.

Ketua TACB Banjarnegara, Heni Purwono, menambahkan bahwa Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011 mewajibkan ODCB diperlakukan sama dengan cagar budaya yang sudah ditetapkan. Ia menyoroti bahwa TACB baru aktif bekerja sejak 2024, dan baru sepuluh objek yang berhasil dikaji dan ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Bupati. “Tahun ini kami baru mengkaji beberapa bangunan di wilayah Klampok. Padahal ada belasan ODCB yang sudah diregister oleh BPK Wilayah X. Jumlah ODCB di Banjarnegara bisa mencapai ratusan,” kata Heni.

Menurut Heni, banyaknya objek yang belum selesai dikaji membuat keberadaan RDTR yang mengakomodasi ODCB menjadi bentuk perlindungan paling minimal yang dapat diambil. Ia menyebutkan bahwa banyak bangunan peninggalan kolonial di Klampok yang berpotensi hilang jika tidak segera masuk dalam ketentuan tata ruang. Karena itu, ia meminta pemerintah daerah memastikan RDTR menjadi instrumen pelestarian, bukan sekadar dokumen teknis.

Anggota TACB Kabupaten Banyumas, Nugroho Pandu Sukmono, memperingatkan risiko hukum apabila ODCB rusak atau diubah tanpa prosedur yang benar. Ia mencontohkan kasus cerobong pabrik gula Kalibagor di Banyumas yang dirobohkan pemiliknya meski belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Setelah adanya laporan masyarakat, pemilik dan Bupati Banyumas diperiksa oleh Polda Jawa Tengah, dan cerobong itu akhirnya dibangun ulang dengan biaya yang sangat besar. “Restorasi tidak mengembalikan nilai sejarah yang hilang. Jangan sampai kejadian serupa terjadi di Banjarnegara,” ujarnya.

Peringatan tersebut menjadi sorotan penting bagi pemerintah dan masyarakat Klampok yang tengah menghadapi fase penataan ruang. Dengan banyaknya bangunan kolonial yang masih berdiri, kawasan ini memiliki nilai historis kuat yang berpotensi menjadi aset budaya lokal apabila dilestarikan secara menyeluruh. Para ahli menekankan bahwa pelestarian tidak hanya berdampak pada aspek sejarah, tetapi juga membuka peluang pengembangan wisata heritage.

Dalam jangka panjang, penetapan kawasan cagar budaya dinilai dapat memberikan manfaat ekonomi, mulai dari peningkatan kunjungan wisata hingga peluang usaha berbasis budaya. Wilayah yang memiliki identitas heritage biasanya diminati wisatawan yang tertarik pada sejarah kawasan kolonial dan arsitektur lama. Karenanya, para ahli mendorong agar Pemerintah Kabupaten Banjarnegara memanfaatkan peluang ini melalui regulasi tata ruang yang berpihak pada pelestarian.

Keterlibatan masyarakat juga dinilai penting, terutama bagi pemilik bangunan yang masuk kategori ODCB. Edukasi mengenai nilai sejarah, tata aturan pelestarian, serta dampak hukum perlu ditingkatkan agar pemilik memahami konsekuensi perubahan yang tidak sesuai aturan. Kesadaran kolektif dianggap sebagai bagian penting dalam menjaga kontinuitas heritage di Klampok.

Sebagai tindak lanjut, TACB Banjarnegara berencana mempercepat proses inventarisasi dan kajian ODCB di Klampok serta wilayah lainnya. Heni menyampaikan bahwa timnya akan berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait untuk memastikan proses penetapan berjalan efektif. RDTR yang sedang disusun diharapkan menjadi dokumen penopang pelestarian dan bukan mengancam keberadaan objek bersejarah.

Dengan meningkatnya perhatian terhadap pelestarian budaya di Banjarnegara, desakan penetapan Klampok sebagai Kawasan Cagar Budaya diperkirakan terus menguat. Para ahli berharap keputusan pemerintah dapat segera diambil demi mencegah kerusakan, kehilangan nilai sejarah, dan memastikan warisan kolonial tetap terjaga untuk generasi mendatang.