Serayupos.com – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa Roy Suryo dan rekan-rekannya tidak bisa diadili sebelum keaslian ijazah Presiden Joko Widodo dibuktikan secara hukum. Menurut Mahfud, langkah hukum terhadap mereka baru dapat dilakukan jika pengadilan terlebih dahulu menetapkan bahwa ijazah yang menjadi pokok perkara memang asli. Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud melalui kanal YouTube pribadinya pada Senin (11/11/2025).

Mahfud menjelaskan bahwa dalam konteks hukum, tudingan terhadap keaslian ijazah seseorang merupakan hal yang harus diuji melalui lembaga peradilan, bukan hanya berdasarkan kesimpulan dari aparat penegak hukum. “Roy Suryo sekarang jadi tersangka. Tapi kita tidak tahu pasti itu karena menuduh ijazah Jokowi palsu atau karena menimbulkan keonaran, membuat berita bohong, atau hal lain. Kalau masalahnya soal ijazah palsu, saya sependapat dengan Pak Susno Duadji dan Pak Jimly,” ujar Mahfud. Ia menegaskan, pembuktian keaslian ijazah adalah dasar sebelum menentukan seseorang bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik atau penyebaran hoaks.

Menurut Mahfud, jika kasus ini tetap dibawa ke pengadilan tanpa ada keputusan hukum yang menetapkan keaslian ijazah Presiden Jokowi, maka prosesnya akan cacat secara hukum. “Pengadilan itu harus membuktikan dulu, ijazah itu benar-benar asli atau tidak. Kalau nanti di pengadilan Roy Suryo dinyatakan bersalah karena menuduh palsu, padahal keasliannya belum dibuktikan, itu keliru. Yang berhak memutuskan asli atau tidak adalah hakim, bukan polisi,” tegas Mahfud MD. Ia menilai, penyelidikan Polri seharusnya berfokus pada dasar pembuktian hukum terlebih dahulu, bukan langsung memproses pihak yang mempertanyakan keaslian dokumen.

Mahfud juga mengingatkan bahwa peran polisi dalam kasus seperti ini hanya sebatas penyelidikan awal dan tidak bisa menyimpulkan keaslian dokumen negara tanpa dasar pengadilan. “Polisi tidak boleh menyimpulkan ijazah itu asli. Hal tersebut harus diputuskan melalui pengadilan yang independen. Jadi, harus ada dua skenario menurut saya, pertama pembuktian keaslian ijazah, baru setelah itu proses hukum terhadap pihak yang menuduh,” jelasnya.

Pernyataan Mahfud ini muncul di tengah perdebatan publik mengenai status hukum Roy Suryo Cs yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyebaran informasi bohong dan pencemaran nama baik. Kasus ini bermula dari pernyataan sejumlah tokoh publik yang mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Jokowi dan menilai ada kejanggalan dalam dokumen akademik tersebut. Polri kemudian menyatakan bahwa tudingan itu tidak berdasar dan telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka setelah penyelidikan dilakukan.

Namun, Mahfud menilai langkah kepolisian yang terlalu cepat membawa perkara ini ke pengadilan justru bisa menjadi bumerang. “Kalau tidak hati-hati, langkah ini bisa dimanfaatkan oleh kubu Roy Suryo untuk membalikkan keadaan, karena mereka bisa mengajukan keberatan di pengadilan dengan dasar bahwa bukti utama, yaitu keaslian ijazah, belum dibuktikan,” katanya. Menurutnya, secara yuridis, pembuktian keaslian suatu dokumen harus dilakukan dalam sidang terpisah agar tidak menimbulkan bias dalam proses hukum berikutnya.

Di sisi lain, Mahfud juga menyampaikan bahwa dirinya tidak berpihak pada siapa pun, melainkan menekankan pentingnya supremasi hukum. Ia menilai bahwa semua pihak, termasuk penegak hukum dan masyarakat, harus mematuhi prosedur pembuktian hukum agar tidak menimbulkan preseden buruk. “Kalau semua hal langsung disimpulkan tanpa keputusan hakim, itu bisa bahaya untuk masa depan penegakan hukum kita,” ujar Mahfud.

Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi sendiri telah menjadi perhatian publik selama beberapa bulan terakhir. Sejumlah akademisi dan pengamat hukum menilai bahwa isu tersebut seharusnya segera diselesaikan melalui jalur hukum yang jelas agar tidak menjadi perdebatan politik berkepanjangan. Mahfud berharap agar proses ini dijalankan secara objektif dan transparan tanpa intervensi politik.

Sebagai penutup, Mahfud menegaskan bahwa langkah terbaik untuk menyelesaikan polemik ini adalah melalui mekanisme hukum yang sah. “Biar pengadilan yang menentukan mana yang benar. Kalau sudah ada putusan hukum yang sah, semua pihak harus menghormatinya. Itu baru namanya negara hukum,” tutupnya. Dengan pernyataan tersebut, Mahfud MD menekankan pentingnya menjaga integritas sistem peradilan di tengah meningkatnya dinamika politik menjelang tahun pemilu.