Ancaman Banjir Bandang Mengintai Tambang Lereng Gunung Slamet Banyumas
Ahli Unsoed menilai metode penambangan di Baseh Banyumas berisiko memicu longsor dan akumulasi air yang dapat berkembang menjadi banjir bandang di lereng Gunung Slamet.
Serayupos.com – Aktivitas penambangan batu granodiorit di Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas menjadi sorotan publik setelah viral pada awal Desember 2025. Penambangan yang berada di lereng Gunung Slamet itu dikeluhkan warga karena dinilai berpotensi menimbulkan bahaya, mulai dari longsor hingga banjir bandang. Pihak Universitas Jenderal Soedirman menegaskan bahwa metode pengambilan batu yang keliru dapat menciptakan cekungan besar yang menampung air dan memicu bencana saat hujan intens terjadi.
Ketua Tim Pendirian Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Jenderal Soedirman, Adi Candra, menjelaskan bahwa kawasan lereng Gunung Slamet menyimpan material vulkanik beragam seperti tuff, lapilli, pasir, bongkah agglomerat, hingga batuan beku seperti basalt, andesit, diorit, dan mikrodiorit. Menurutnya, masyarakat awam sering menganggap semua material sebagai batu biasa, padahal karakter teknisnya berbeda dan membutuhkan metode penambangan yang tepat. Ia menambahkan, kebutuhan batu untuk proyek pembangunan yang terus meningkat membuat aktivitas tambang semakin marak di wilayah Banyumas selatan.
Dalam keterangannya, Adi menyoroti pola kerja tambang yang banyak mengambil material dari bagian bawah tebing karena dianggap paling mudah dijangkau. Pola ini, katanya, mengubah morfologi lereng menjadi tebing curam yang membahayakan. Selain meningkatkan risiko longsor, bentuk tebing yang terbuka dapat menampung air hujan dan menciptakan kolam berbahaya. Ia mengingatkan bahwa kejadian banjir bandang yang menimpa beberapa provinsi di Sumatra menjadi contoh nyata pentingnya mengelola morfologi tambang dengan benar.
Adi menjelaskan bahwa metode penambangan yang ideal adalah membuat lereng bertangga agar tebing tidak terlalu curam dan air tidak mudah tertampung. Ia menilai praktik tambang di Baseh perlu dibenahi agar tidak menciptakan dinding terjal yang rawan runtuh. Penambangan, menurutnya, harus mengacu pada kondisi geologi dan penyebaran batuan, bukan sekadar mengambil batu dari titik termudah. Pendekatan teknis seperti inilah yang selama ini sering diabaikan di banyak lokasi tambang rakyat maupun perusahaan skala menengah.
Di sisi lain, pemeriksaan lapangan yang dilakukan tim gabungan dari ESDM Wilayah Slamet Selatan, Satpol PP, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas menemukan sejumlah pelanggaran teknis di lokasi tambang Baseh. Inspeksi yang digelar pada akhir Oktober 2025 menunjukkan bahwa lereng tampak terlalu curam dan tidak tertata. Selain itu, aliran air keruh tidak ditampung di kolam pengendapan, sehingga berpotensi mengalir langsung ke lingkungan sekitar. Temuan ini dinilai tidak sesuai dengan standar keselamatan kerja dan tata kelola tambang.
Mahendra Dwi Atmoko selaku Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah Slamet Selatan menyebut bahwa penghentian operasional sementara tambang merupakan tindak lanjut dari dua surat peringatan yang sudah diterbitkan sepanjang 2025. Ia menegaskan, penghentian ini merupakan peringatan ketiga agar perusahaan melakukan perbaikan signifikan sebelum izin operasinya kembali diaktifkan. Meski PT Dinar Batu Agung memegang izin usaha pertambangan yang berlaku hingga Oktober 2026, kondisi lapangan dianggap terlalu berisiko jika dibiarkan.
Dalam pelaksanaannya, tim gabungan meminta pengelola menata ulang desain lereng, memperbaiki jalur tambang, dan membuat fasilitas pengendapan air. Mahendra menyebut langkah ini penting guna mengurangi risiko longsor dan dampak limpasan air hujan. Ia berharap penataan ulang ini dapat memenuhi standar keselamatan agar potensi bahaya di lereng Gunung Slamet dapat ditekan semaksimal mungkin.
Pihak perusahaan melalui Komisaris PT Dinar Batu Agung, Hamdani, menyatakan siap mematuhi seluruh instruksi pemerintah. Ia mengatakan bahwa perusahaan bahkan telah menghentikan kegiatan penambangan sebelum adanya perintah resmi. Selain memperbaiki jalan tambang, perusahaan mengaku rutin melakukan reklamasi di area yang sudah tidak produktif sebagai bagian dari tanggung jawab lingkungan. Ia menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen menjaga keamanan pekerja dan masyarakat sekitar tambang.
Tambang seluas 9,4 hektar tersebut diketahui memproduksi batu granodiorit untuk berbagai proyek pembangunan seperti jalan, trotoar, serta kebutuhan konstruksi lain di wilayah Banyumas dan sekitarnya. Material granodiorit yang dihasilkan menjadi salah satu komponen penting dalam proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta. Karena itu, penghentian sementara operasi tambang ini dinilai berdampak pada suplai bahan bangunan di kawasan setempat.
Ke depan, pemerintah daerah menegaskan bahwa setiap aktivitas tambang di lereng Gunung Slamet harus diawasi lebih ketat. Pengawasan tidak hanya mencakup perizinan, tetapi juga penerapan teknis di lapangan. Pemerintah berharap kasus Baseh dapat menjadi contoh pentingnya disiplin dalam menerapkan standar keselamatan agar risiko bencana bisa diminimalkan. Warga juga diimbau tetap waspada dan melaporkan bila menemukan aktivitas tambang yang dinilai membahayakan.
Lingkup pengawasan yang lebih tegas dan penerapan metode penambangan yang tepat diharapkan mampu menjaga keamanan lereng Gunung Slamet dari ancaman longsor dan banjir bandang. Dengan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan pengelola tambang, risiko kerusakan lingkungan dapat ditekan sehingga masyarakat Banyumas tetap merasa aman.
Widget Terkait
Widget Inline Video
Polisi Tangkap Pembunuh Istri Pegawai Pajak di Manokwari, Pelaku Seorang Buruh Bangunan
0 Komentar