Gus Yahya Didesak Mundur dari Kursi Ketum PBNU Imbas Kontroversi Israel
Desakan mundur terhadap Gus Yahya muncul setelah polemik undangan narasumber asal Israel dalam kegiatan AKN NU, yang dinilai bertentangan dengan nilai organisasi.
Serayupos.com – Kontroversi terkait kehadiran seorang narasumber berdarah Israel dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama atau AKN NU membuat Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, didesak mundur dari jabatannya. Desakan tersebut mencuat setelah beredar risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang memuat keputusan Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam, yang meminta Gus Yahya mengundurkan diri dalam waktu tiga hari sejak keputusan diterima. Keputusan itu disampaikan setelah rapat yang digelar pada Kamis, 20 November 2025, di Jakarta dan dihadiri 37 dari total 53 pengurus harian Syuriah PBNU.
Pada Minggu, 23 November 2025, saat ditemui di Surabaya sebelum menghadiri Rapat Ketua PWNU se-Indonesia, Gus Yahya mengaku belum menerima informasi resmi terkait permintaan mundur tersebut. Ia menyebut akan menunggu perkembangan lebih lanjut sambil memastikan bahwa dirinya belum mendapatkan pemberitahuan formal. “Saya sendiri belum terima, kita lihat nanti apakah ada sesuatu yang sedang dipersiapkan. Tunggu informasinya ya,” ujarnya saat dikutip dari Detikcom. Setelah memberikan tanggapan singkat, ia memilih langsung memasuki ruang rapat tanpa memberikan penjelasan lanjutan.
Sumber internal PBNU membenarkan bahwa risalah yang beredar mencantumkan sejumlah alasan yang dijadikan dasar permintaan pengunduran diri tersebut. Pertama, undangan kepada narasumber yang dinilai memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme Internasional dianggap bertentangan dengan nilai Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah. Aktivitas tersebut disebut mencoreng nama baik organisasi, terutama karena dilakukan di tengah situasi global yang mengecam keras tindakan Israel di Gaza. Kedua, kegiatan AKN NU dengan narasumber tersebut dinilai memenuhi ketentuan pemberhentian tidak hormat sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris. Ketiga, risalah juga memuat dugaan adanya persoalan tata kelola keuangan di lingkungan PBNU, yang disebut berpotensi membahayakan eksistensi badan hukum organisasi.
Dalam dokumen itu, Rapat Harian Syuriah PBNU menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan dua Wakil Rais Aam. Hasil musyawarah kemudian menetapkan dua poin penting, yakni meminta Gus Yahya mundur dalam tiga hari dan memberhentikannya dari jabatan Ketum PBNU jika permintaan tersebut tidak dipenuhi. Keputusan ini semakin memperkuat dinamika internal PBNU di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap isu-isu internasional yang menyentuh ranah keagamaan.
Situasi ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai arah kebijakan PBNU ke depan. Beberapa pengamat menilai bahwa keputusan tersebut mencerminkan ketegangan internal yang sudah berlangsung cukup lama terkait sikap organisasi terhadap isu Israel dan Palestina. Sejumlah tokoh menyebut bahwa undangan kepada narasumber berkewarganegaraan Israel, meski dilakukan dalam konteks akademik, tetap menimbulkan resistensi kuat di tingkat akar rumput Nahdliyin. Dalam konteks kelembagaan, keputusan rapat tersebut dianggap sebagai langkah menjaga marwah PBNU di mata publik dan dunia internasional.
Pada sisi lain, sebagian kalangan memandang bahwa perkembangan ini menjadi ujian tersendiri bagi kepemimpinan Gus Yahya yang sejak awal membawa agenda pembaruan organisasi. Banyak pihak menunggu bagaimana PBNU akan merespons dinamika ini, termasuk apakah dialog internal akan dibuka secara lebih luas atau keputusan rapat akan dijalankan sepenuhnya tanpa negosiasi. Sejumlah PWNU daerah juga disebut tengah memantau situasi untuk menentukan sikap masing-masing melihat arah kebijakan Syuriah PBNU.
Ke depan, PBNU diprediksi akan menggelar serangkaian konsolidasi internal untuk memastikan stabilitas organisasi tetap terjaga. Rapat lanjutan antara Syuriah dan Tanfidziyah disebut akan dilakukan jika respons resmi dari Gus Yahya telah diterima. Mengingat intensitas perhatian publik terhadap isu tersebut, langkah komunikasi organisasi juga diyakini akan menjadi penting untuk meredam polemik yang berkembang.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi lanjutan dari PBNU mengenai sikap final organisasi terhadap permintaan mundur tersebut. Publik menantikan kejelasan proses yang akan ditempuh, termasuk potensi peralihan kepemimpinan jika keputusan rapat Syuriah PBNU benar-benar dijalankan. Situasi ini menjadi salah satu dinamika terbesar dalam sejarah kepemimpinan PBNU selama beberapa tahun terakhir.
Bagi banyak pihak, gonjang-ganjing internal ini tidak hanya menyangkut posisi satu orang, tetapi juga menyangkut arah masa depan organisasi terbesar di Indonesia tersebut. Bagaimana PBNU menavigasi polemik ini akan menjadi indikator penting bagi integritas lembaga serta konsistensi sikap organisasi terhadap isu global yang menyentuh ranah moral dan kemanusiaan. Bos, artikel sudah saya buat natural, mengalir, dan memenuhi struktur SEO seperti permintaan. Jika ingin revisi gaya atau penajaman angle, saya siap lanjutkan.
Widget Terkait
Widget Inline Video
0 Komentar