Serayupos.com – Puluhan warga dari Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, mendatangi kantor Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah di Semarang pada Kamis siang untuk mengawal pemeriksaan aktivis lingkungan Gunretno. Aktivis yang juga Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng itu diperiksa setelah dilaporkan atas dugaan menghalangi aktivitas pertambangan di kawasan Pegunungan Kendeng. Rombongan warga datang menggunakan empat kendaraan untuk memastikan proses pemeriksaan berlangsung tanpa tekanan.

Kehadiran sekitar tujuh puluh warga ini berasal dari kelompok JMPPK, Sedulur Sikep, serta komunitas Sukolilo Bangkit. Slamet, Koordinator Sukolilo Bangkit, menegaskan bahwa warga hadir sebagai bentuk dukungan moral agar Gunretno tidak mengalami kriminalisasi selama proses hukum. Ia menyatakan penolakan tambang merupakan sikap kolektif warga yang terdampak, bukan hanya tindakan seorang aktivis. Menurut Slamet, laporan terhadap Gunretno dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap perjuangan warga Kendeng dalam menjaga lingkungan.

Dalam keterangan yang disampaikan, Slamet menjelaskan berbagai dampak kerusakan lingkungan yang diduga dipicu oleh aktivitas pertambangan galian C di lereng Kendeng. Ia menyebutkan hilangnya sejumlah sumber mata air, menurunnya kemampuan tanah dalam menyerap air, hingga meningkatnya potensi longsor sebagai akibat dari kegiatan tambang yang tidak terkendali. Selain itu, ia menyinggung kejadian banjir bandang dalam beberapa tahun terakhir di wilayah Sukolilo, Kayen, dan Tambakromo yang menurut warga berkaitan dengan maraknya penambangan. Banyak lahan pertanian warga juga tidak lagi dapat ditanami akibat longsor yang terjadi berulang.

Dampak Lingkungan dan Kekhawatiran Warga

Penjelasan warga mengenai kerusakan lingkungan tidak hanya mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak jangka pendek, tetapi juga potensi ancaman jangka panjang pada keberlanjutan wilayah Kendeng. Kegiatan pertambangan disebut menggerus kawasan resapan air yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitar. Berkurangnya tutupan tanah dan vegetasi membuat air hujan tidak terserap optimal sehingga memicu banjir dan mempertinggi risiko erosi. Kondisi ini, menurut warga, telah dirasakan secara nyata dalam beberapa tahun terakhir.

Sejumlah warga mengaku telah merasakan perubahan siklus alam di daerah tersebut. Sumber air yang sebelumnya mengalir sepanjang tahun kini mengering di beberapa titik, yang berdampak pada kebutuhan pertanian dan kebutuhan rumah tangga. Fenomena ini diperkuat oleh berbagai kejadian longsor kecil yang mengakibatkan lahan pertanian rusak dan tidak bisa difungsikan kembali. Analisis warga menunjukkan bahwa kerusakan tersebut berkaitan erat dengan pola penambangan yang mengambil material secara masif dari lereng pegungungan.

Sikap Warga dan Upaya Mencari Keadilan

Slamet menyatakan warga tidak tinggal diam menghadapi persoalan ini. Mereka sebelumnya telah melaporkan dugaan kerusakan lingkungan kepada Polresta Pati namun hingga kini tidak ada perkembangan penanganan. Laporan tersebut mencakup dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang menyebabkan longsor dan kerusakan lahan milik warga. Lokasi kejadian, korban serta bentuk kerusakan disebut sudah jelas, namun warga belum menerima kepastian tindak lanjut dari aparat penegak hukum.

Ketidakjelasan penanganan laporan tersebut menjadi alasan warga mempertimbangkan langkah hukum berikutnya. Mereka kini membuka kemungkinan membuat laporan balik terhadap pihak yang mengoperasikan tambang. Menurut Slamet, langkah itu diperlukan untuk memastikan bahwa persoalan lingkungan diperlakukan secara adil dan tidak terjadi kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan aspirasi masyarakat. Warga menilai kasus yang menimpa Gunretno justru terkesan lebih cepat diproses dibanding laporan kerusakan lingkungan yang mereka ajukan.