Serayupos.com – Waduk Mrica di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai salah satu bendungan terpanjang di Asia Tenggara, kini menghadapi ancaman serius setelah sedimentasi berat menyebabkan penurunan kapasitas tampung secara drastis. Bendungan dengan panjang tanggul sekitar 6,5 kilometer dan luas genangan mencapai 1.250 hektare ini telah menjadi infrastruktur vital sejak diresmikan pada akhir era 1980-an. Waduk yang juga disebut Bendungan Panglima Besar Jenderal Soedirman tersebut sejak awal dirancang untuk menyuplai listrik, irigasi pertanian, serta pengendalian banjir di kawasan aliran Sungai Serayu.

Pada masa keemasannya, Waduk Mrica memiliki peran penting sebagai penyedia energi dengan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air sebesar 184,5 megawatt. Selain menopang jaringan listrik Jawa Tengah, waduk ini mengairi ribuan hektare lahan pertanian dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat di Banjarnegara serta kabupaten lain yang dilalui Sungai Serayu. Kawasan waduk juga berkembang sebagai destinasi wisata, di mana hamparan air yang luas membuat masyarakat menjulukinya sebagai lautnya Banjarnegara karena panoramanya menyerupai danau raksasa.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, kondisi Waduk Mrica mengalami kemunduran signifikan. Sedimentasi yang berasal dari hulu Sungai Serayu menumpuk dalam jumlah besar akibat erosi lahan pertanian dan pengelolaan kawasan hulu yang kurang menerapkan prinsip konservasi. Endapan tersebut mengurangi daya tampung waduk sehingga produksi listrik menjadi tidak stabil dan jaringan irigasi tidak lagi bekerja seperti semula. Situasi ini menjadi tantangan besar bagi ketahanan air dan energi di wilayah Banjarnegara.

Dampak sedimentasi tidak hanya dirasakan pada pengoperasian PLTA, tetapi juga pada masyarakat yang menggantungkan hidup dari pertanian. Dengan menurunnya fungsi irigasi, ribuan hektare sawah mendapatkan suplai air yang tidak lagi konsisten. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya produktivitas pertanian yang selama ini menjadi sektor andalan wilayah tersebut. Kondisi waduk yang semakin kritis membuat banyak pihak mendesak adanya program rehabilitasi terpadu, mulai dari penghijauan hulu hingga pengerukan sedimen dalam skala besar.

Selain menghadapi masalah internal, status Waduk Mrica sebagai salah satu bendungan terpanjang di Asia Tenggara juga mulai kehilangan pengaruhnya karena banyak negara di kawasan Asia membangun bendungan baru dengan kapasitas dan ukuran lebih besar. Hal ini menambah urgensi bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk menjaga eksistensi Waduk Mrica sebagai aset strategis nasional. Tanpa intervensi serius, waduk ini berpotensi kehilangan perannya sebagai infrastruktur kebanggaan Banjarnegara.

Sejumlah upaya telah dilakukan, seperti penanaman pohon dan penguatan lahan di sekitar daerah hulu. Namun langkah tersebut dinilai belum cukup untuk mengatasi persoalan besar yang sudah berlangsung puluhan tahun. Para pemerhati lingkungan dan pengelola sumber daya air menilai bahwa pemulihan Waduk Mrica membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan kolaborasi lintas sektor agar masalah sedimentasi dapat ditekan secara signifikan.

Pemerintah daerah bersama instansi terkait kini menghadapi pekerjaan besar untuk memastikan Waduk Mrica tetap dapat berfungsi sesuai perannya. Rencana tindak lanjut yang mencakup rehabilitasi hulu, pengerukan sedimen, serta penguatan pengelolaan lahan menjadi prioritas yang harus segera dilakukan. Harapannya, waduk ini bukan hanya tetap beroperasi, tetapi juga mampu menjaga identitasnya sebagai ikon penting Banjarnegara dan salah satu bendungan bersejarah di Asia Tenggara.