Kapolda menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah pihaknya meminta keterangan dari sejumlah ahli, antara lain ahli pidana, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi, dan ahli bahasa. “Kami melibatkan para pakar dari berbagai bidang agar hasil penyidikan bersifat ilmiah dan objektif,” ungkapnya. Selain itu, proses gelar perkara juga diikuti oleh unsur eksternal seperti Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), Pengawasan Penyidik (Wasidik), Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), serta Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya.

Dari hasil penyidikan, delapan tersangka dibagi menjadi dua klaster berbeda. Klaster pertama terdiri dari lima orang, yakni ES, KTR, MRF, RE, dan DHL. Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sedangkan klaster kedua mencakup tiga orang tersangka lainnya, yakni RS, RHS, dan TT, yang dikenai pasal serupa dengan tambahan Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1) UU ITE.